TOUR INFORMATICS ENGINEERING UNSOED 2011

          Tuesday, 20th September 2011, Big Family of Informatics Engineering'11 tours to Local Tourism Baturaden, located at 15km North of Purwokerto, Central Java, Indonesia.
We do that to Refreshed and Fill the Free day, at There we do a lot of positive activities and Have fun of course, such as Photograph, go play in waterfall "Pancuran Pitu", rock climbing, etc. We do this that know each other. After all activity at Local Tourism Baturraden complete, we lunch at Belk Camp Restaurant. But it is unfortunate, because a few of Big Family Informatics Engineering can't participate. But at other Time, all  Big Family of Informatics Engineering must participate. 

           About Baturaden, Baturaden is a classical highland country in the foot of "Gunung Slamet" volcano. Central Java's outstanding resort is approximately 14 km north of Purwokerto. It occupies a fine site on the slope of Mount Slamet, at an elevation of 650 m above sea level. It has remarkable weather with a cool mountain breeze. The temperature ranges from 18 degree C to 25 degree C. The resort area is surrounded by nice gardens, hot springs, ponds and bungalow-style hotels. Other features include 200 ha of pine forest, a nearby market and marvelous views. Some European groups are known to spend a day trekking through its Splendid Natural Forest and Villages.
          Always green, the area is blessed with an abundance of natural water resources spouting out in numerous waterfalls and rivers, which flow between the huge boulders of hardened lava. The huge boulders also points out to Ravines and river bank and form some kind of path, apparently having rolled down from Mount Slamet during a eruption many centuries ago.

          Baturaden is renowned for local tourism; with attraction of hot spring, trekking and camping. The main attraction for tourist is the Loka Wisata Baturaden, a recreational Park with a swimming pool, water slide, lake; children's play ground with an Old Dutch Merry-go-round, Hot water mineral spring and Botanical Gardens. We can come to spend the whole day, picnicking on the grassy lawn or along the river or bathing in the mineral waters, which contain sulfur. There are two natural hot spring in Baturaden, namely Pancuran Telu and Pancuran Pitu. The park connects with "Pancuran Tujuh" (Seven Fountains) of warm sulfuric spring water about 2,5 Km's away. The camping ground is called Wana Wisata. There are 76 hotels ranging from the star grade to the modest one for overnight stay. We can go perum berkoh there are one elite house in this city.

Read More

Teknik-Tenik Dasar Fotografi

Teknis Fotografi & Fungsinya

Fotografi bukan segalanya tentang kamera. Dikatakan bahwa fotografi adalah seni bermain dengan cahaya. Tanpa adanya cahaya, maka mustahil fotografi itu ada. Menghasilkan sebuah gambar yang bagus, harus memiliki visi yang kuat dalam hal ‘melihat’. Memperhatikan cahaya, komposisi dan momen adalah hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam membuat foto yang dapat dikategorikan ‘bagus’.

Namun, sepertinya mustahil dapat menghasilkan foto seperti itu jika tidak mengenal dan memahami dari masing-masing teknis fotografi dasar. Fotografi memang bukan segalanya tentang kamera, namun kamera adalah alat untuk menyalurkan visi kita itu. Maka, sekiranya perlu mengenal dan memahami bagaimana kamera bekerja.

Tugas utama dari kamera adalah mengatur intensitas cahaya yang masuk dan pada akhirnya mengenai film/sensor (selanjutnya saya sebut medium). Apabila, kamera mengizinkan terlalu banyak cahaya yang masuk maka medium akan terbakar (overexposed). Dan sebaliknya. Bagaimana agar cahaya yang masuk itu tidak berlebih dan tidak kurang, atau dengan kata lain ‘pas’. Berikut saya jabarkan satu-satu.

Aperture
Atau yang sering juga disebut dengan difragma atau bukaan lensa adalah berfungsi untuk mengatur seberapa besar lensa akan terbuka. Fungsi ini lebih tepatnya terletak pada lensa. Logikanya, semakin besar bukaannya, maka akan semakin banyak cahaya yang akan masuk. Seperti sebuah kran air. Semakin besar kita buka keran tersebut maka akan semakin banyak air yang akan keluar.

Penulisan Aperture yang benar adalah f/x. Sehingga apabila dikatakan nilai Aperture-nya adalah 5.6, maka penulisan yang benar adalah f/5.6. Jadi jangan bingung apabila ada yang bilang bahwa bukaan lensa 2.8 lebih besar dari bukaan lensa 5.6. Karena kalau secara penulisan matematisnya memang benar khan? (f/2.8>f/5.6) Tapi kebanyakan kita malas untuk bilang f/2.8 atau f/5.6, karena kita orangnya simpel sih…

Efek Samping dari Aperture
Seperti obat batuk yang memiliki efek samping, begitu juga dengan aperture. Efek sampingnya adalah semakin besar bukaan lensa, maka akan semakin kecil daerah fokusnya. Dan sebaliknya. Daerah fokus inilah yang biasa dikenal dengan DOF (Depth of Field).

Shutter Speed
Atau yang biasa disebut juga dengan speed atau kecepatan rana bertugas untuk mengatur berapa lama mirror terbuka lalu menutup kembali untuk membatasi berapa banyak cahaya yang akan masuk. Seperti teori keran, apabila kita membuka keran terlalu lama, maka wadah penampung air tadi akan kelebihan sehingga akan meleber keluar. Kalau dalam kasus fotografi, medium akan terbakar.

Penulisan shutter speed yang benar adalah 1/x. Sehingga apabila dikatakan bahwa sebuah foto menggunkanan speed 60, maka penulisannya yang benar adalah 1/60 detik. Jadi jangan bingung kalau dikatakan bahwa speed 60 lebih cepat dibandingkan 30. karena secara penulisan matematis memang begitu khan?

Efek Samping dari Shutter Speed
Seperti berpacaran yang memiliki efek samping, seperti sulit melirik wanita/pria lain, begitu juga dengan shutter speed. Semakin cepat shutter speed, maka akan gambar akan semakin terlihat diam (freeze). Dan sebaliknya, apabila speed terlalu lamban gambar akan terlihat blur dikarenakan gerakan yang terlalu cepat, sehingga objek terlihat bergerak sangat cepat.


ISO atau ASA
Adalah tingkat sensitifitas medium dalam menerima cahaya. Semakin tinggi nilainya, maka akan semakin tingkat sensitifitasnya. Artinya, apabila kita merubah nilai ISO atau ASA ini menjadi lebih tinggi, sedangkan aperture dan speednya tidak diubah, maka medium akan menerima cahaya lebih banyak. Dan sebaliknya.

Efek Samping ISO atau ASA
ISO adalah tingkat sensitifitas sensor (medium), sedangkan ASA adalah tingkat sensitifitas film (medium), jadi perbedaannya hanya dimediumnya saja. Tapi logikanya sama. Kecuali efek sampingnya. Dimana apabila menggunakan film ASA tinggi, maka gambar akan terlihat grainy (berbentuk titik kecil namun banyak). Sedangkan penggunaan ISO tinggi akan menghasilkan noise (seperti bentuk cacing namun banyak). Sedikit aja udah geli apalagi banyak =)

Read More

SLR Camera History

The SLR camera - history

The advantage of the Single Lens Reflex - SLR - camera is that it allows the user to see exactly how the image will appear at the moment the shutter is released. Light rays captured by the camera lens are bounced off a mirror behind the lens and up to a glass pentaprism, through which the rays are bent to enable them to pass through a viewing ocular. This allows the camera user to focus and compose the image before making an exposure.

SLR manufacturers have historically used high quality glass elements, mirrors and prisms in the reflex system to obtain the brightest possible viewing image. Minolta developed special screens to increase brightness levels in the 1970s. Olympus fitted a special mirror only based system for its 1963 Pen F half frame slr cameras. Today, plastic mirrors and prisms are used in some digital capture SLR to save weight.

The Exakta A of 1933, made by IHG - Industrie und Handels Gesellschaft - of Dresden, was the first single lens reflex for small format 127 roll film. By 1936, IHG had designed and manufactured the first Kine Exakta models using 35mm perforated film but the first 35mm SLR was the Russian made Sport of 1935. The Asahi Optical Company, or Asahi Kogaku (Tokyo,) founded in 1919, launched the first Japanese 35mm slr camera, the Asahiflex I, in 1951. It heralded the birth of a long line of Pentax models.

Over its near 80 year history the principle of the slr has seen many innovations. The first post WWII camera with an instant return mirror was the Hungarian Duflex of 1947 but the 1954 Asahiflex IIB was the first Japanese SLR camera. Zenza Bronica developed the first two part gliding mirror system for its medium format slrs in the early 1980s and a similar system was later used in Hasselblad cameras. Ironically, the company which developed the half-frame Pen cameras to a fine art have launched the Olympus E-P1 Micro four-thirds digital capture camera. Like the Panasonic G1 and GH1, it has no reflex mirror box or prism. Instead, these models use a TFT LCD viewing screen and electronic viewfinder, technology which may mark the beginning of the end for the single lens reflex.

Read More